FAKTAMEDIA.NET - Setelah berlarut-larut untuk mengambil keputusan tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Umum, Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipimpin oleh Ketua DPR, Setya Novanto, pada Jum’at (21/7/2017) dini hari, akhirnya menetapkan secara aklamasi menggunakan Paket A untuk UU Pemilu.
Paket A ini terdiri dari ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen perolehan kursi di parleman atau 25 persen suara sah secara nasional (20–25 persen),
ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar empat persen, menggunakan sistem pemilu terbuka, alokasi kursi 3–10 kursi, dan menggunakan metode konversi suara (saint lague murni).
“Dengan ini diputuskan hasil RUU pemilu mengambil paket A minus 1. Apakah dapat disetujui?” tanya Setya Novanto dari mimbar paripurna, Jum’at (21/7/2017).
“Setuju….” jawab anggota di Paripurna.
Penetapan menggunakan Paket A diambil setelah empat fraksi, yakni Fraksi Gerindra, Fraksi PAN, Fraksi PKS, dan Demokrat menyatakan walk out atau keluar dari ruang sidang
Sidang paripurna yang semula dipimpin Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra, Fadli Zon, dialihkan kepada Ketua DPR, Setya Novanto. Fadli Zon memilih walk out bersama anggota fraksinya.
Menganggapi pengesahan RUU Pemilu oleh DPR tadi malam Praktisi Hukum, Yusril Ihza Mahendra mengatakan secepat mungkin akan mengajukan permohonan pengujian undang-undang ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Perjuangan secara politik oleh partai-partai yang menolak keberadaan presidential treshold, usai sudah.
“Kini menjadi tugas saya untuk menyusun argumen konstitusional untuk menunjukkan bahwa keberadaan presidential treshold dalam pemilu serentak adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) jo Pasal 22E ayat (3) UUD 45,” jelas Yusril, Jum’at (21/7/2017).
Yusril menjelaskan, pasal 6A ayat (2) itu mengatakan “Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”.
“Pemilihan umum yang mana pesertanya partai politik? Jawabannya ada pada Pasal 22E ayat 3 UUD 45 yang mengatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD. Jadi pengusulan capres dan cawapres oleh parpol peserta pemilu itu harus dilakukan sebelum pemilu DPR dan DPRD,” kata mantan Menteri Hukum dan HAM tersebut.
Yusril melanjutkan, baik pemilu dilaksanakan serentak maupun tidak serentak, presidential treshold mestinya tidak ada. Apalagi pemilu serentak, yang perolehan kursi anggota DPRnya belum diketahui bagi masing-masing partai.
Mudah-mudahan Mahkamah Konstitusi sebagai “pengawal penegakan konstitusi” di negeri ini akan tetap jernih dalam memeriksa permohonan pengujian UU Pemilu ini. Kepentingan Presiden Jokowi dan parpol-parpol pendukungnya sangat besar untuk mempertahankan apa yang telah mereka putuskan. Namun saya berharap MK tetap tidak dapat diintervensi oleh siapapun,” katanya.
Sumber : matakita